Mari kita bayangkan sejenak: sebuah ruangan kecil di sudut Universitas Zhejiang pada tahun 2007, penuh dengan semangat muda dan aroma mie instan yang menenangkan jiwa mahasiswa. Di ruangan itu, tiga insinyur berbakat—Xu Jin, Zheng Dawei, dan Liang Wenfeng—duduk melingkar di lantai, laptop-laptop mereka berjuang keras menahan panas sambil mencoba menjalankan kode-kode algoritmik yang belum tentu mereka pahami sepenuhnya. Mereka tidak sedang mencari cara cepat untuk menjadi kaya, tetapi ingin menciptakan revolusi. Dengan suasana yang lebih mirip kumpul bareng teman proyek akhir ketimbang awal sebuah imperium teknologi, lahirlah High-Flyer.
Awalnya, High-Flyer ini bukanlah firma canggih dengan kantor kaca berkilauan seperti yang Anda bayangkan. Ini lebih seperti eksperimen laboratorium dengan sedikit sentuhan “coba-coba”. Mereka mempekerjakan anak-anak muda yang bahkan mungkin lebih sering bermain game di laptop ketimbang membahas teori statistik. Filosofinya sederhana: Kenapa mempekerjakan orang yang terlalu serius, kalau kita bisa menemukan talenta segar yang berani berpikir gila-gilaan?
Namun, seperti komedi klasik yang selalu punya momen absurd, perjalanan High-Flyer tidak melulu mulus. Setelah hampir delapan tahun bereksperimen, pada tahun 2015 mereka akhirnya resmi berdiri. Berkat algoritma inovatif dan keberanian untuk terus mencoba, mereka menjadi salah satu dana kuantitatif paling sukses di Tiongkok. Pada 2021, mereka mengelola aset senilai $15 miliar. Angka yang besar, tentu saja, tapi mereka tetap menjaga gaya santai: tak ada jas dan dasi, hanya hoodie dan celana jeans.
Lalu datanglah 2022, tahun di mana realita mengetuk pintu mereka dengan keras. Regulasi ketat dari pemerintah Tiongkok menghantam High-Flyer seperti badai yang datang tiba-tiba di tengah pesta kebun. Mereka kehilangan uang lebih cepat dari seorang mahasiswa kehilangan pulsa internet di hari terakhir bulan. Dunia algoritmik mereka berantakan, tapi mereka tidak menyerah.
Alih-alih mengangkat tangan tanda menyerah, mereka memilih untuk memutar arah. Tahun 2023, dengan semangat yang sama seperti di hari-hari awal mereka, lahirlah DeepSeek—laboratorium AI yang dimulai dari nol, tanpa bantuan dana ventura, hanya berbekal tekad dan, tentu saja, 10.000 GPU NVIDIA A100. Bayangkan GPU ini seperti balok LEGO super mahal yang mereka gunakan untuk membangun sesuatu yang benar-benar baru.
DeepSeek tidak hanya lahir sebagai “versi baru” dari High-Flyer. Mereka adalah reinkarnasi dari semangat muda yang dulu membawa mereka ke puncak. Mereka tetap setia pada filosofi awal: mempekerjakan generasi baru yang mungkin lebih akrab dengan keyboard mekanik ketimbang anggaran keuangan.
Lalu datanglah 2024, dan DeepSeek v2 muncul, membawa angin segar dalam dunia AI. Dengan teknologi seperti Multi-Latent Attention (MLA) dan Sparse Mixture of Experts (MoE), mereka berhasil memangkas biaya pelatihan sebesar 42,5%. Itu seperti menemukan cara membuat kopi enak di kosan tanpa perlu mesin espresso. Tidak hanya itu, mereka juga berhasil mengurangi penggunaan memori KV cache sebesar 93,3%—mungkin analoginya seperti membersihkan gudang dari barang-barang yang tak lagi terpakai dan tiba-tiba menemukan ruang untuk studio band.
Kisah DeepSeek ini bukan hanya tentang teknologi canggih atau kesuksesan finansial. Ini adalah kisah tentang ketekunan, kreativitas, dan keberanian untuk memulai lagi dari awal. Dalam dunia yang kadang penuh dengan tekanan untuk “bermain aman,” mereka memilih untuk bermain-main dengan ide gila. Dan, seperti yang kita tahu, seringkali ide gila adalah awal dari revolusi.
Jadi, lain kali jika Anda merasa ragu untuk memulai sesuatu yang tampaknya tidak masuk akal, ingatlah DeepSeek. Karena di balik setiap kesuksesan besar, ada banyak tawa, kesalahan, dan, tentu saja, mie instan.